KotaSantri.com : Malam kudus, sunyi senyap..... Empat kata-kata ini dikutip dari lagu gereja saat Natal tiba, berjudul Malam Kudus. Orang Kristen mengalunkan lagu tersebut hanya pada saat Natal. Katanya sih, Malam Kudus adalah lagu rohani, nyatanya nggak bisa dinyanyikan pada hari-hari biasa. Hanya menjelang atau kala Natal saja. Orang pun menyanyikan dengan khusuk, padahal isinya bukan doa-doa. Ada apa gerangan....?
Natal sebentar lagi dirayakan. Satu hal yang paling menyibukan kaum Kristiani sebulan menjelang Natal adalah menyiapkan pohon Natal. Kaum Nasrani ubeg dengan memikirkan kue apa yang akan disiapkan nanti, perayaannya akan dilaksanakan dimana (diluar gereja), dan bagaimana acara pesta nya. Malam Natalpun tidak lagi sunyi senyap, tetapi penuh musik, dansa dan makanan.
Saya pernah bekerja pada suatu institusi Katolik di Indonesia. Selama 4 tahun lebih bekerja disana tidak ada acara ritual istimewa yang dilakukan para suster (kebetulan saya bekerja dibawah yayasan kesusteran), kecuali kegiatan-kegiatan diatas. Gereja sudah mulai sibuk mempercantik fisiknya, lampu-lampu, patung, dan pohon-pohon cemara ditaruh disana-sini. Itu masih gereja sekelas kecamatan. Belum lagi di St.Peter. Gereja terbesar di dunia yang ada di Vatikan-Itali ini luar biasa lagi. Jikapun harus dipasang lampu pada setiap patung-patungnya, maka sebulan waktu belum cukup untuk menaruh lampu-lampu Natal tersebut. Jumlah patungnya tidak beda dengan patung-patung di Candi Amritsar India. Bedanya patung-patung di gereja itu dikatakan oleh orang Kristen sebagai gambaran dari Mariyam dan bapaknya, Yesus, serta bidadar-bidadari surga yang bergelantungan disana-sini di sudut-sudut gereja. Sedangkan di Amritsar, gambaran dari Ramayana plus Mahabarata.
Satu kegiatan yang juga sering dilakukan: latihan menyanyi! Yang satu ini, banyak diminati oleh pemuda-pemudi, karena mereka kumpul bareng-bareng. Pernah salah seorang pasien saya yang sakit tenggorokannya karena terlalu sering menyanyi di gereja. Padahal dia tahu bahwa Yesus tidak pernah menyanyi. Yesus tidak pernah mengajarkan umatnya bermain Gitar. Nabi Isa a.s tidak mengajarkan hal-hal sebagaimana halnya yang dilakukan oleh umat Kristen sekarang. Makanya jika mereka ditanya kenapa melakukannya, jawabannya klasik: mengikuti tradisi. Jangankan umat Kristen yang biasa, sang pastor/pendeta pun juga nggak tahu jawabannya.
Natal berasal dari bahasa Perancis, dibawa oleh penjajah Belanda dan Portugis akhir abad 14 lalu. Rakyat Indonesia yang tidak mengetahui, menjadi korban kebohongan mereka. Diterbitkannya Injil-Injil dalam Bahasa Jawa, Batak, Sunda, Indonesia, dsb. yang ternyata isinya berbeda dengan cetakan standard misalnya milik Amerika Serikat: King James version. Saya pernah memiliki Perjanjian Baru (hadiah dari temen SMP dulu), sekitar tahun 1978. Dalam Kitab Yohanes14: 26 tertulis: "Tetapi Ahmad, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu......". Kata Ahmad sudah tidak ada lagi dalam Perjanjian Baru sekarang. Sudah diganti dengan kata Penghibur! Dalam Injil versi King James, Penghibur ini tertulis Comforter. Padahal kalau kita membacanya secara jeli, Comforter itu mengacu kepada orang yang bernama, bukan benda. Siapakah dia? Mestinya, jika Tuhan mengutus atau mengirim seseorang, namanya tidak harus diterjemahkan. Ibaratnya, "Saya mengutus Kamis untuk pergi ke Jakarta", apakah saya harus menuliskan ` I send Thursday to go to Jakarta'. Ada 50,000 kesalahan dalam Bible menurut Ahmad Deedad dalam karyanya The Choice.
Kebohongan yang dibawah penjajah bukan hanya dialami oleh orang Kristen Indonesia saja, Filipina, India, Afrika, hingga Amerika semuanya tidak terlepas dari genggaman kebohongan mereka. Inggris, Belanda, Perancis, Portugis, beramai-ramai menjajah dunia dan menyebarkan Injil pada awal abad 12. sambil menjajah negara-negara miskin, diterjemahkannya Bible dalam 600 lebih bahasa sehingga orang menjadi bingung. Bagaimana orang tidak bingung, misalnya orang Indonesia pergi keluar negeri dengan Bahasa Inggris pas-pasan harus menghadiri pengajian ala mereka dengan bahasa yang lain. Repot jika harus berdoa bersama orang-orang dari bangsa lain. Mau berdoa memakai bahasa Jawa atau Indonesia? Lain dengan Islam yang menggunakan Bahasa Al Quran sebagai Bahasa Universal umat Islam. Dimanapun kita berada, panggilan sholat dan pelaksanaannya bahkan doa-doanya orang sudah terbiasa dengan Bahasa Arab. Subhanallah!
Jadi orang Kristen memang serba repot. Dikatakan penyembah patung tidak mau. Tapi di mana-mana ada patung Maria atau Yesus (katanya sebagai gambaran saja!) Dikatakan penyembah banyak tuhan (politheisme) juga tidak mau, meskipun nyatanya tuhannya ada 3 (Bapa, Anak dan Roh Kudus). Mereka bilang 1+1+1==1. Bagaimana menjelaskan rumusan matematika seperti ini kepada anak-anak? Mereka bilang ini dokma yang tidak boleh dibantah. Oleh sebab itu dalam kamus gereja, tidak ada istilah tanya jawab soal agama. Yang ada adalah kepatuhan alias manut aja! Pernah saya minta seorang rekan saya untuk menelepon pendeta di gerejanya, saya yang akan bertanya. Dia keberatan, karena demokrasi seperti ini (dalam hal agama) tidak dibenarkan. Sementara di dalam Islam berbeda jauh. Persoalan apapun bisa didiskusikan terbuka. Siapapun bisa jadi imam di masjid meskipun ada hal-hal yang diproritaskan. Sedangkan gereja tidak, harus pastor atau pendetanya. Sekali lagi, mana yang lebih demokratis Islam atau Kristen?
Gereja tidak pernah mengharuskan umatnya untuk berdoa di dalamnya. Di Indonesia ke gereja pada hari Minggu. Di negeri Arab, lucunya orang-orang Krsiten menyesuaikan dengan liburan sana. Hari Jumat pun jadi. Pendeknya, nggak ada aturan pasti. Mereka sesuaikan agamanya dengan situasi dan kondisi. Karena tidak ada keharusan ke gereja, berdoa di rumah pun jadi, seminggu, sebulan, setahun sekali tidak ada aturan. Bayangkan jika itu merupakan aturan makanan. Maka orang Kristen ini akan lapar sekali kan? Dan orang Islam tidak akan pernah kelaparan, karena harus `makan' wajib lima kali sehari!
Mereka bilang gereja suci, tetapi orang-orang masuk seenaknya saja dengan sandal atau sepatu yang bisa saja ada (maaf!) tahi kucingnya kalau di negeri kita bagi yang orang-orangnya biasa jalan. Baunya menyebar ke seluruh dinding gereja. Dudukpun bisa seenaknya, kalau perlu berdampingan dengan `pacarnya'. Berpakaian tidak perlu menurut aturan seperti tertulis di Bible: perempuan harus menutup kepala alias jilbab (Corinthians 11:5). Aturan menyanyi yang tidak ada dalam gereja, dikemas oleh mereka dengan kegiatan Koor (menyanyi bersama berkelompok), dengan tarian ringan pun tidak masalah. Lihat saja rekaman Maria Carrey yang jingkrak-jingkra'an di altar sebuah gereja Katolik dimana seorang pastornya ikut tepuk-tepuk tangan!
Begitulah kalau syetan sudah masuk gereja. Semua jadi halal. Karena pastor/pendeta tidak pernah memberikan batas-batas yang jelas terhadap hal-hal ini. Mencuri, membunuh, menipu, atau berzinah, memang dilarang dalam Kitab Perjanjian Lama, tetapi pria wanita di gereja berdekatan bergandengan diijinkan, pesta-pesta minuman ditolerir. Budaya permisifisme dari gereja ini membuat jamaah mereka merasa `bebas'. Minum arak tidak bermasalah.
Gereja ternyata tidak lagi digunakan sebagai tempat siraman rohani. Sebaliknya orang-orang bisa bersenang-senang di dalamnya. Lambang kesucian sudah pudar. Wibawa gereja tidak lagi tegar. Bagaimana bisa disebut suci jika kitab yang dibaca penuh pertentangan dan membingungkan, kaki-kaki kotor menjamah altarnya, laki- perempuan bisa duduk berdampingan bahkan (mungkin) lirik-lirikan, menyanyi bersama layaknya orang pesta, dan patung-patung, lampu serta hiasan lain layaknya museum peninggalan barang-barang Romawi kuno.
Oh gereja.... Beginilah nasibmu apabila syetan sudah turut campur tangan mengolahmu. Tengoklah masjid? Meski menjelang Idul Fitri atau Adha, tidak ada hiasan-hiasan aneh yang menjamah diding-dindingnya kecuali ayat-ayat suci Al Quran. Oh...gereja...beginilah akibatnya jika orang-orang yang merawat dan mengunjungimu tidak memahami apa yang mestinya tertulis dalam kitab `suci'mu. Oh...gereja, semakin orang mengerti tentang kamu, semakin ditinggalkan bangku-bangkumu, dan yang hadir didalam altarmu hanyalah burung-burung dara dan burung gereja semata, yang barangkali memang sedang kebingungan membikin rumah mereka. Ditengah kesibukan dan kepadatan dunia ini, burung-burung tadi tidak lagi menemukan tempat bersarang kecuali diatasmu. Sayangnya burung-burung tersebut hanya menggunakanmu sebagai tempat tidur saja, karena seusai matahari terbenam, dan dibacakan ayat-ayat Bible yang katamu ilahi, ternyata ditinggalakan oleh burung-burung tadi dengan berterbangan mencari nafkah. Barangkali mereka sudah tidak lagi tahan mendengar ayat-ayat yang sudah tidak suci lagi......
Wallahualam!)